Muhammad Syaiful Anwar, S.H., LL.M
Dosen Hukum Tata Negara UBB / Kader PWPM Babel
(Terbit di Bangka Pos, 4 Agustus 2021) Indonesia dalam penanganan Pandemi Covid-19 telah melaksanakan beberapa langkah yang strategis guna menanggulanginya. Hal ini dilakukan pemerintah guna menekan berkembangnya Virus Corona tersebut menyebar di masyarakat. Bahkan virus ini sudah berkembang dengan beberapa varian yang secara pola penyebaran dan efeknya cukup berbahaya. Pemerintah Indonesia mengambil beberapa langkah nyata dengan melakukan pembatasan kegiatan masyarakat yang berujung pada terpuruknya beberapa sektor sosial, ekonomi, kesehatan dan beberapa sektor lainnya.
Pemerintah dengan segala upaya melakukan tindakan pencegahan maupun penanganan dengan membentuk beberapa aturan terkait penanganan Covid-19 tersebut, beberapa kebijakan tersebut ialah Keputusan Presiden No. 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (selanjutnya disebut dengan KEPPRES Kedaruratan Kesehatan), Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid 19 (selanjutnya disebut dengan PP PSBB) yang sebenarnya menjadi tindak lanjut dari Pasal rumusan Pasal 15 Ayat (2) dan Pasal 56 Undang Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (selanjutnya disebut dengan UU Kekarantinaan Kesehatan), dan Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Negara Untuk Penanganan Pandemi Covid 19 Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan (Selanjutnya disebut dengan PERPPU No. 1 Tahun 2020). Kebijakan pemerintah dengan berbasis pada keadaan pandemi ini mendapatkan pro dan kontra dalam pemilihan pola penanganan, baik sisi penyelamatan ekonomi atau penyelamatan masyarakatnya.
Dalam pola kebijakannya, terjadi beberapa pemberlakukan kegiatan masyarakat, sejak tahun 2020 yang lalu. Tahapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dilakukan pada bulan April-Juni 2020. Kemudian berubah menjadi PSBB Transisi yang diberlakukan pada bulan Juni – September 2020. Pemberlakuan PSBB kembali dengan istilah PSBB Ketat yang dilakukan dari bulan September sampai Oktober 2020. Muncul kembali PSBB Transisi 2 sebagai bentuk lannjutan dari PSBB sebelumnya dimulai dari bulan Oktober 2020 sampai bulan Januari 2021. Kemudian masuk pada era PPKM yakni singkatan dari Perberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat.
PPKM diberlakukan untuk membendung laju kenaikan angka positif virus corona atau Covid-19. PPKM ini sendiri mulai diberlakukan pada bulan Januari 2021 sampai Februari 2021. Kemudian dilanjutkan dengan PPKM Mikro yang berlangsung sejak bulan Februari sampai dengan Juni 2021 dengan berbagai peningkatan penyebaran covid 19 ini yang disinyalir pasca kegiatan keagamaan tertentu sehingga muncul PPKM Darurat yang berlangsung sejak tanggal 1 sampai 20 Juli 2021. Kemudian pada tanggal 21 sampai 25 Juli 2021 masuk pada masa PPKM level 1-4. Bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 di Jawa dan Bali sampai 2 Agustus 2021.
Kebijakan tersebut diambil setelah melakukan berbagai pertimbangan. Meski telah ada data perbaikan di berbagai sektor, tren penurunan harus disikapi dengan hati-hati dan waspada. Pertimbangan aspek kesehatan, aspek ekonomi, dan dinamika sosial kemudian memutuskan untuk melanjutkan penerapan PPKM level 4 dari tanggal 26 Juli sampai dengan 2 Agustus 2021. Dalam kondisi terakhir, pemerintah sedang mengevaluasi segala aspek terkait pelaksanaan PPKM level 4 di daerah-daerah yang tercakup dalam pelaksanaan PPKM level 4 tersebut.
Pasca penerapan PPKM tersebut, banyak pihak yang sedikit “kecewa” atas penerapan PPKM tersebut, bahkan dibeberapa daerah, banyak pelaku UMKM mengibarkan “Bendera Putih” sebagai tanda menyerah terhadap pelaksanaan PPKM tersebut. Dalam kacamata hukum, secara prinsip pembatasan kegiatan masyarakat ini sebagai reaksi terhadap meningkatnya angka covid yang terjadi di wilayah-wilayah di Indonesia. Namun di sisi lainnya, pelaksanaan PPKM yang selama ini secara kasat mata, mendasarkan pada UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan. Dalam UU tersebut disebutkan, karantina kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
Secara umum, dalam UU Karantina Kesehatan, mengatur terkait pola atau sistem karantina kesehatan melalui isolasi, karantina rumah sakit, karantina wilayah dan PSBB. Lebih lanjut dalam Pasal 1 ayat (10) menyebutkan bahwa "Karantina wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi". Pada Pasal 1 ayat (11) juga menjelaskan bahwa “PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi”. Namun di sisi lain, sebagai respon adanya kedaruratan kesehatan masyarakat, seharusnya negara juga wajib melaksanakan aturan di salah satu pasal di UU Karantina Kesehatan tersebut yakni pada Pasal 55 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Selama dalam karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat”. Terdapat diksi yang secara jelas yakni, kebutuhan hajat hidup orang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, namun bukan hanya orang, hewan ternak pun menjadi tanggungjawab pemerintah pusat perihal makanan ternak.
Dalam pelaksanaan tanggungjawab pemerintah pusat ini terhadap hajat hidup orang banyak, tetap berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan pihak-pihak yang terkait dengan hajat hidup orang banyak. Dalam hal ini, Pemerintah Pusat menggunakan Pasal 59 UU Karantina Kesehatan sebagai dasar pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar ini telah diterapkan diberbagai negara terdampak virus corona ini dengan menyesuaikan dengan kondisi negara dan kesehatan wilayah negara masing-masing. Dalam kebijakannya, Pemerintah Pusat telah menyusun PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dengan mendasarkan pada UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan maupun pengaturan yang lain.
Secara prinsip dalam pelaksanaan PSBB sekarang ini, terdapat beberapa hal yang musti diperhatikan bahwa perlindungan dan tanggungjawab negara terhadap hajat hidup orang banyak merupakan perihal yang wajib dilakukan dan dilaksanakan khususnya pada peristiwa kedaruratan kesehatan masyarakat sekarang ini. Negara harus hadir dalam memberikan pelayanan, pemenuhan kebutuhan dasar masyarakatnya. Pembatasan kegiatan masyarakat yang dalam implementasinya juga berkaitan dengan “periuk” masyarakat sehingga perlu dikaji dan dievaluasi yang berhubungan erat dengan kebutuhan dasar bagi masyarakat sehingga akan jauh lebih baik dan semoga pandemi corona ini segera berakhir sehingga masyarakat bisa hidup lebih tenang dan sehat.