Oleh: Valentin Oktaviani

Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung

Nama hewan tarsius atau biasa lebih dikenal dengan nama mentilin mungkin sudah tidak asing lagi didengar oleh masyarakat yang tinggal di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Hewan primata terkecil di dunia ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 12-15 cm dan memiliki berat tubuh untuk jantan sekitar 128 gram sedangkan betina sekitar 117 gram. Hewan ini memiliki mata yang sangat besar dengan bulu lembut berwarna coklat kemerahan, abu-abu kecoklatan hingga jingga kekuningan dan panjang ekor berkisar antara 18-22 cm. Mentilin merupakan hewan karnivora yang memangsa serangga dan vertebrata kecil seperti burung, kadal, dan lain sebagainya. Fauna endemik asli Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini sudah sering menjadi maskot atau ikon berbagai kegiatan yang diselenggarakan di Bangka Belitung. Meskipun sudah banyak menjadi maskot atau ikon berbagai macam kegiatan, keberadaan mentilin sangat sulit kita jumpai secara langsung. Apa alasan dibalik hal itu? Faktor utama hal tersebut  dikarenakan habitat tempat tinggal mentilin yang sudah semakin menipis akibat pembabatan hutan dalam skala besar tanpa dilakukannya reboisasi terhadap hutan yang dibabat.

Hasil penelitian menunjukkan hutan di Bangka saat ini banyak yang dikonversi menjadi tambang timah illegal, perkebunan sawit, dan permukiman. Selain itu, aktivitas jual beli satwa juga berpengaruh terhadap berkurangnya sejumlah satwa langka yang ada. Dilansir dari mongabay.co.id berdasarkan data penelitian Randi Syafutra, Hadi Sukadi Alikodra, dan Endang Iskandar yang diterbitkan dalam Asian Primates Journal 2019, dari luasan 657.510 hektar tutupan hutan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (luasan ini berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Indonesia No. 357/Menhut-II/2004 tentang Kawasan Hutan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung), hanya 28 persen yang relatif tidak terganggu. Sisanya 72 persen terdegradasi. Melihat angka persentase tersebut luas tutupan hutan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Hal ini perlu penanganan lebih lanjut mengingat peran penting hutan dalam ekosistem lingkungan hidup sebagai habitat fauna-fauna seperti mentilin.

Mentilin (Tarsius bancanus) merupakan fauna identitas Kepulauan Bangka Belitung yang kini berstatus Rentan (Vulnerable/VU) berdasarkan IUCN Reds List. Karena status rentannya ini hewan mentilin termasuk ke dalam satwa yang dilindungi karena terancam punah. Oleh CITES, hewan tarsius dimasukkan ke dalam daftar Apendiks II. Sedangkan oleh pemerintah Indonesia, Tarsius bancanus dan semua jenis tarsius dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Melihat status rentan ini sangat memprihatinkan mengingat mentilin memiliki fungsi penting bagi lingkungan dalam menjaga keseimbangan ekologi, karena mereka memakan serangga yang merupakan hama bagi para petani. Faktor perburuan satwa liar dalam jual beli satwa illegal menjadi penyumbang berkurangnya populasi mentilin disamping faktor kerusakan hutan. Faktor terbesar kerusakan hutan yang merupakan habitat tempat tinggal mentilin adalah pertambangan timah yang menjadi komoditi bahan galian utama di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pertambangan timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung seakan membawa dua dampak yang bertolak belakang layaknya dua sisi mata uang.

Pembukaan tambang timah secara besar-besaran oleh masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung di satu sisi bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan perekonomian masyarakat khususnya bagi para penambang timah. Namun di lain sisi hal ini menimbulkan permasalahan lain dengan terganggunya ekosistem lingkungan hidup karena banyak hutan yang habis dimusnahkan untuk penambangan timah. Permasalahan ini sudah lama menjadi polemik di tengah masyarakat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang hingga kini belum mendapatkan benang merah untuk menyelesaikannya.

Melihat mirisnya jumlah luasan tutupan hutan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diperlukannya upaya untuk menciptakan habitat hutan baru dengan melakukan reklamasi terhadap lahan-lahan yang menjadi bekas pertambangan timah dan diperlukan upaya lainnya demi kelangsungan flora dan fauna di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, salah satunya dengan upaya konservasi alam. Diperlukannya upaya konservasi yang terarah dengan baik demi keberlangsungan mentilin serta satwa-satwa lainnya yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Upaya konservasi yang dapat dilakukan yaitu dengan konservasi secara ex-situ dan in-situ untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. Konservasi secara in-situ adalah upaya pelestarian alam yang dilakukan dalam habitat aslinya, sedangkan konservasi ex-situ adalah upaya pelestarian alam yang dilakukan di luar habitat aslinya. Dengan upaya konservasi ini diharapkan keberlangsungan mentilin dapat terus terjaga keberadaannya. Untuk menjalankan semua hal tersebut tentu perlu adanya koordinasi dari berbagai elemen, baik dari Pemerintah, komunitas pecinta alam, dan masyarakat.

Membangun kawasan konservasi hutan dan fauna terutama mentilin perlu digiatkan demi kelestarian ekosistem yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Perburuan liar terhadap satwa-satwa endemik seperti mentilin perlu dindaklanjuti secara tegas, serta perlunya pengawasan yang ketat untuk menghindari aktivitas jual beli satwa illegal. Pembangunan di daerah juga perlu memperhatikan penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dengan memperhitungkan dampak yang ditimbulkan dari aktivitas pembangunan pada masa yang akan datang. Selain itu perlunya upaya sadar seluruh masyarakat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk menjaga lingkungan alam sekitar terutama hutan demi keseimbangan ekosistem dan tidak melakukan perburuan liar terhadap satwa-satwa yang terancam punah seperti mentilin. Peran lembaga dan komunitas pecinta alam juga sangat diperlukan untuk senantiasa mensosialisasikan kepada masyarakat arti penting lingkungan dan mengingatkan kepada kita semua tentang upaya sadar untuk melestarikan lingkungan hidup. Dengan adanya upaya sadar menjaga lingkungan hidup segenap komponen masyarakat dan pemerintah, maka diharapkan dapat menjamin keberlangsungan hidup flora dan fauna asli daerah agar terhindar dari kepunahan. Dengan demikian kita dapat menyelamatkan mentilin sebagai identitas daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.