Daulat rakyat yang tertuang di dalam Konstitusi UUD 1945 sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 β€œKedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang dasar”. Mencerminkan bahwa rakyat sebagai pemegang kehendak bersamaan dengan itu sistem dan limitasi nya dijalankan menurut UUD 1945. Dengan memilih pemimpin dan perwakilan yang harus menunaikan amanat yang sudah dituangkan dalam pembukaan UUD 1945 itu sendiri. Terpilih nya pemimpin yang inkompetensi menjadi resiko dari adanya sistem demokrasi saat ubu, ketika orang-orang yang mendapat amanah tersebut tidak paham ruang dan etika pejabat publik yang minim kesadaran dalam membaca kenyataan. Melemah nya ekonomi, tinggi nya PHK, sulitnya lapangan pekerjaan dan masalah kesejahteraan sosial lain nya yang berbanding terbalik dengan sebelumnya dirasakan para elit yaitu rangkap jabatan yang membuat para elit mendapat pemasukan ganda, kebijakan terkait tunjangan, tidak ada solusi kongkrit atas masalah-masalah bangsa, hingga pembebanan pungutan yang kian tinggi baik di pusat maupun daerah, membuat akumulasi kekecewaan rakyat memuncak dan melakukan aksi diberbagi daerah sebagai bentuk menagih mandat yang sebelum nya rakyat berikan. Duduk nya elit-elit politik yang inkompeten yang jauh dari sikap dan prilaku standar yang diunggulkan oleh Jose Ortega Y Gasset dalam La Rebelion de las Masass (1930) dicirikan sebagai penyusup yang memaksa ke dalam golongan intelektual sehingga Ortega menyebutnya sebagai intelektual semu karena Unqualified dan mentalnya yang Disqualified. Peikiran dan karakter seperti ini menyebabkan kebijakan yang tidak tepat nya diambil untuk rakyat secara luas, sehingga tidak heran akan terbangun kesadaran kolektif untuk menuntut perbaikan keadaan di Indonesia baik skala nasional maupun daerah dengan beragam aspirasi yang disuarakan. Aksi massa yang tidak terbendung di beberapa titik wilayah hingga menyebabkan benturan antara rakyat dan aparat, hingga terdapat nya korban jiwa dengan berbagai bentuk tragedi lapangan menjadi tidak terelakan, penjarahan dan perusakan fasilitas umum di beberapa tempat yang tidak dapat terbendung sehingga menyebabkan fokus gerakan sementara menjadi buyar. Dengan keadaan seperti ini apabila masih berlangsung dalam skala yang lebih luas berpotensi dapat di deklarasi kan keadaan bahaya, baik darurat sipil maupun darurat militer sebagaimana yang diatur dalam perpu nomor 23 tahun 1959 terkait dengan penetapan keadaaan bahaya. Ketika salah satu dari kedua hal tersebut di tetapkan akan banyak pembatasan yang tidak dapat dilakukan oleh masyarakat, baik penguasa darurat sipil maupun darurat militer memiliki dasar untuk melakukan pengaturan pengaturan dalam masa darurat, dan ini akan merugikan banyak pihak Perlu kesadaran dari para pihak untuk melihat jernih permasalahan yang sedang terjadi, baik dikalangan elit politik mengevaluasi total kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat dan memecat pejabat publik yang tidak kompeten, dan di pihak masyarakat penyampaian aspirasi tetap fokus pada tujuan serta tidak memantik potensi keadaan bahaya di Republik Indonesia, namun sekali lagi bahwa tagihan mandat rakyat tidak boleh diabaikan. (Penulis: Yudha Kurniawan)