Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung kembali membuat gebrakan dengan menyelenggarakan kegiatan penandatanganan MoU bersama Komisi Yudisial Republik Indonesia. Dalam kegiatan yang dilaksanakan pada Kamis, 21 Juli 2022 ini, dilaksanakan pula Forum Group Discussion (FGD) Uji Publik RUU Komisi Yudisial dengan tema "Kajian Akademik Optimalisasi Kewenangan Komisi Yudisial dalam Perubahan RUU KY".
Hadir dalam kegiatan ini, Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia, Prof. Dr. Mukti Fajar Nur Dewata, S.H., M.Hum, didampingi jajaran Komisi Yudisial, dan tiga narasumber, yakni Dr. H. Yandi S.H., M.H, akademisi STIH Pertiba, Dr. H. Iskandar, M.Hum, akademisi IAIN SAS Bangka Belitung, dan Rahmat Robuwan, S.H., M.H, akademisi Universitas Bangka Belitung.
Dalam sambutan pembukaannya, Dekan Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung, Dr. Derita Prapti Rahayu menekankan bahwa kegiatan ini bertujuan menghadirkan ruang diskusi dalam meningkatkan peran Komisi Yudisial dalam sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia. "Dalam kegiatan ini, semoga kita dapat memperoleh gambaran apakah RUU KY mampu meningkatkan peran KY dalam peranya sebagai pengawas dan penegak keluhuran dan martabat hakim. Saat ini, putusan yang dikeluarkan KY hanya bersifat rekomendasi, dan KY belum memiliki kekuatan untuk mengeksekusi". Tegasnya.
Mengawali penyampaian sebagai pembicara kunci, Ketua Komisi Yudisial Prof. Dr. Mukti Fajar menyampaikan apresiasi bagi Universitas Bangka Belitung, yang menurutnya telah menjadi rumah sendiri. Ia menegaskan bahwa saat ini, Komisi Yudisial telah merampungkan RUU KY, yang berangkat dari semangat untuk memperkuat kewenangan dan kelembagaan Komisi Yudisial sebagai lembaga tinggi negara yang disebutkan dalam UUD 1945. Menurutnya, sebagai lembaga pengawas, kewenangan KY telah banyak mengalami reduksi, sehingga diperlukan upaya penguatan demi perbaikan tata hukum nasional yang lebih baik. "Dalam RUU yang baru ini, KY ingin mengembalikan ‘fitrah’-nya sesuai dengsn tujuan dibentuknya KY dalam UUD. Yang tujuanya bukan sekedar melaksanakan pengawasan, melainkan juga menegakan martabat dan keluhuran hakim. KY bukan komisi pemberantas hakim, bukan hanya mengawasi, tetapi juga mengangkat martabat, kapasitas, dan melindungi serta memberikan advokasi kepada hakim". Pungkasnya.
Ia menambahkan, bahwa beban kerja KY yang harus mengawasi lebih dari 9000 hakim di 964 wilayah peradilan membuat kinerja KY cenderung kurang efektif, dengan pengaturan yang ada saat ini. Untuk itu, diperlukan upaya penguatan melalui RUU KY.
Penyampaian materi narasumber diawali dari Rahmat Robuwan, S.H., M.H dengan materi dinamika perkembangan KY dalam peraturan perundang-undangan. Akademisi hukum tata negara Universitas Bangka Belitung ini menegaskan bahwa KY bukan lembaga subordinat dalam kekuasaan kehakiman, melainkan lembaga negara yang sejajar dengan lembaga negara lainya, yang diberikan kewenanganya oleh UUD 1945. Dalam memperkuat esensi 'kemandirian' KY, diperlukan pembaruan UU KY yang menekankan pada prinsip independensi. Meskipun ia juga menggarisbawahi, bahwa masa depan KY sangat bergantung pada MK sebagai penafsir tertinggi konstitusi.
Materi kedua disampaikan oleh Dr. H. Yandi, S.H., M.H tentang isu hukum krusial optimalisasi kewenangan KY dalam perubahan regulasi RUU KY. Ia menekankan bahwa saat ini terdapat beberapa isu krusial yang perlu diselesaikan oleh KY, mulai dari gagasan membentuk kantor penghubung, ototitas memutus perkara, komposisi keanggotaan KY, hak imunitas, kewenangan melakukan penyadapan, hingga partisipasi masyarakat. Ia merekomendasikan agar KY harus melakukan harmonisasi dan melakukan pengkajian mendalam demi menciptakan substansi RUU yang benar-benar mampu memberi kemanfaatan.
Sebagai pemateri penutup, hadir Dr. H. Iskandar, M.Hum dengan materi kajian akademik terhadap perubahan regulasi RUU KY. Ia menegaskan, bahwa sebagai rancangan UU yang berorientasi pada upaya mengendalikan, dipastikan akan terdapat banyak kepentingan dalam RUU KY. Menurutnya, KY harus mampu menjadi lembaga yang menjaga marwah check and balances dan pengawas "eksternal" Mahkamah Agung. Ia mensyaratkan agar pembentukan RUU KY harus mampu menghasilkan aturan yang berkualitas dan memperjuangkan share responsilibity dalam memperkuat konsep kekuasaan kehakiman di Indonesia.
Hadir dalam kegiatan ini tamu undangan dari Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi di Bangka Belitung, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri, Kepolisian, KPU, Bawaslu, Lembaga Bantuan Hukum, PDKP, Dekan seluruh Fakultas di lingkungan UBB, pimpinan organisasi kemahasiswaan, serta mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung. Dalam waktu berikutnya, diharapkan kegiatan ini sekaligus menjadi penguat sinergisitas antara Universitas Bangka Belitung dengan Komisi Yudisial Republik Indonesia dalam mewujudkan pembangunan hukum yang berkemajuan dan berkeadilan substantif.