Program Cerita, Isu, dan Diskusi Hukum (Cerudik Hukum) yang digelar Selasa 4 Agustus 2020 mendiskukan tentang “Diskresi Dalam Hukum Administrasi Negara dan Pelayanan Publik”. Bekerjasama dengan Kantor Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Kepulauan Bangka Belitung, acara yang dihadiri oleh dosen, tenaga kependidikan dan mahasiswa di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung (FH UBB) ini menghadirkan 3 orang narasumer, yakni Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Kepulauan Bangka Belitung Adrian Agustiawan, S.H., M.Hum., Dekan FH UBB Dr. Dwi Haryadi, S.H., M.H., dan dosen Hukum Tata Negara FH UBB Muhammad Syaiful Anwar, S.H., M.Hum. Acara dibuka langsung oleh Rektor UBB, Dr. Ibrahim, M.Si., bertempat di Ruang Video Conference FH UBB, Gedung Babel II.
“Ini diskusi yang menarik karena akan membahas tentang diskresi, muaranya adakah melanggar aturan atau tidak. Kami apreasi kegiatan yang digagas FH khususnya laboratorium ini yang sudah bekerjasama dengan Ombusman. Ini kerjasama yang baik, walaupun sejak lama sebetulnta kita sudah sering bersinergi. Diskusi pun saya pikir akan menarik karena memadukan akademisi dengan praktisi. Akademisi akan lebih banyak menyampaikan hal-hal yang bersifat idealis, sementara praktisi lebih kepada kejadian di lapangan. Ini yang menarik karena akademisi dan praktisi sering berbeda, tapi prinsipnya saling menguatkan’ kata Rektor UBB Dr. Ibrahim, M.Si.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Kepulauan Bangka Belitung Adrian Agustiawan, S.H., M.Hum., mengatakan, jika berbicara rentang pelayanan publik regulasi utama yang menajdi rujukan adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik . Pada Pasal 1 dikatakan bahwa Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan / atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
“Ruang Lingkup Pelayanan Publik, yakni pelayanan barang publik, pelayanan jasa public, dan pelayanam administrative. Dikresi dalam hubungannya dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, ada persyaratan dan prosedur penggunaannya. Pasal 24 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan , pejabat Pemerintahan yang menggunakan Diskresi harus memenuhi syarat sesuai dengan tujuan Diskresi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2), tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sesuai dengan AUPB, berdasarkan alasan-alasan yang objektif, tidak menimbulkan Konflik Kepentingan, dan dilakukan dengan iktikad baik,” paparnya.
Sementara prosedurnya, tambah Adrian Agustiawan, S.H., M.Hum., Pasal 26 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, pejabat yang menggunakan diskresi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2) wajib menguraikan maksud, tujuan, substansi, serta dampak administrasi dan keuangan. Pejabat yang menggunakan Diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan permohonan persetujuan secara tertulis kepada atasan pejabat. Dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah berkas permohonan diterima, Atasan Pejabat menetapkan persetujuan, petunjuk perbaikan, atau penolakan. Apabila Atasan Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan penolakan, Atasan Pejabat tersebut harus memberikan alasan penolakan secara tertulis.
“Diskresi yang kebablasa akan berakibat pada kesewenang-wenangan atau penyalahgunaan wewenang, maladministrasi, lalu korupsi,” tandasnya.
Berangkat dari filosofi yang ada di alenia keempat UUD NRI 1945, yakni tentang tujuan negara, salah satunya melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, Dekan FH UBB Dr. Dwi Haryadi, S.H., M.H. dalam pemaparannya mengatakan pemerintah harus melayani masyakar, bukan sebaliknya dilayani oleh masyarakat itu sendiri, diperintah bukan memerintah, atau melayani bukan dilayani. Hal ini tentu harus diimplementasikan sesuai dengan asas-asas pelayanan publik, di antaranya kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, dan lain sebagainya.
“Kampus juga salah satu bagian dari pelayan publik. Di masa pandemic Covid-19, atau era new normal seperti sekarang, pelayan itu harus tetap dilakukan dengan tetap mematuhi protokal kesehatan yang sudah ditetapkan. Ini juga sudah coba kita lakukan di FH UBB,” katanya.
Terkait dengan diskresi dalam hukum administrasi negara dan pelayanan publik, dosen Hukum Tata Negara di FH UBB Muhammad Syaiful Anwar, S.H., LL.M. mengatakan konsep negara hukum jaman sekarang ini , menunjuk pemerintah sebagai pelaksana kebijaksanaan yang merupakan suatu keharusan bagi pemerintah dalam hal melaksanakan pembatasan terhadap undang-undang dan sesuai dengan kegiatan pemerintah dalam melakukan pelayanan publik ke masyarakat. Namun dalam menggunakan kebijaksanaan tidak diperbolehkan bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, khususnya asas larangan penyalahgunaan wewenang dan asas larangan sewenang-wenang.
“Selain itu juga tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum. Penyimpangan terhadap penggunaan diskresi dapat diuji melalui peradilan dan pembuat kebijakan akan dibebani tanggung jawab,” tandasnya.